Siapa yang tak mengenal Gado-gado?
Makanan tradisonal yang melegenda ini mempunyai begitu banyak penggemar setia. Berbagai
kalangan menyukai makanan berbahan utama lontong dan campuran sayur yang
disiram bumbu kacang. Rasa yang khas muncul dari aroma kacang goreng yang
dihaluskan sebagai bumbu siramannya. Makanan tradisional ini selain dijual di
warung makanan, juga telah merambah ke menu utama di restoran dan hotel bintang
5.
Selain menyandang nama gado-gado, makanan ini juga
ada yang memberi nama dengan versi bahasa Inggris agar mendongkrak kasta dan
penjualan makanan ini, Mix VegetableSalad With Peanut Sauce. Biasanya
nama menu ini digunakan di cafe-cafe yang terletak di pusat-pusat perbelanjaan.
Apakah dengan penggantian nama tersebut dapat membuat peningkatan penjualan
menu tersebut?. Jawabannya adalah Ya, jika penggantian nama tersebut juga
diiringi dengan penyegaran tampilan dan pemberian varian rasa yang berbeda dari
rasa originalnya.
Keminggris, istilah bahasa Jawa ini
mempunyai makna kelakuan orang yang sok atau cenderung menyukai dan menggunakan
budaya inggris, minimal yang “sok-sokan” menggunakan bahasa Inggris, padahal
vocabulary dan grammar-nya masih level “poor”. Bagi orang yang kemingris,
mereka merasa derajat dan kastanya akan meningkat karena sifat keminggris tersebut.
Bahasa Inggris telah dibawa dan disebarkan sejak berabad yang lampau oleh
kolonial Inggris sehingga menyebar ke
seluruh penjuru dunia dan menjadi bahasa pengantar dalam dunia bisnis maupun
politik pada masa sekarang. Tak ayal lagi, bahasa-bahasa perdagangan juga
terkena pengaruh oleh bahasa Inggris. Apalagi kita sedang menyambut era MEA,
perdagangan bebas negara-negara Asean ini akan membawa mimpi buruk bagi
pengusaha yang belum menguasai bahasa Inggris.
MEA memaksa negara kita untuk membuka
gerbang perdagangan selebar-lebarnya bagi pengusaha-pengusaha dari negara Asean
lainnya. Para pebisnis asing mencoba untuk ekspansi bisnisnya ke negara kita,
tentunya mereka pasti akan memakai bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar
mereka.
Semua bidang perdagangan akan terkena
imbas MEA, tak terkecuali bidang makanan. Para pebisnis makanan sejak tahun
2014 telah mencoba meramu cara untuk melindungi
dan mempertahankan bisnis makanan tradisional dari efek-efek adanya MEA, mereka
memulai riset dengan cara mencoba mempertahankan cita rasa makanan Indonesia
dengan cara harmonisasi rasa masakan di sebuah warung kecil di pasar Santa.
Mereka mencoba menampilkan masakan Indonesia yang diimplementasikan dengan
appetizer, soup, main course ikan,daging dan ayam yang diplatting sesuai
standart Internasional. Cara tersebut harus dilakukan untuk menyediakan menu
makanan bagi pebisnis yang datang ke Indonesia agar mereka tidak hanya menyantap
hidangan internasional saja.
Apabila cara-cara tersebut berhasil,
maka jutaan pebisnis yang meramaikan pasar bebas Asean di Indonesia akan bisa
dan suka mengkonsumsi makanan lokal Indonesia. Mungkin saja ada menu Rica-rica
manado yang diplatting dengan tachos, rujak cingur yang bahan cingurnya
disubstitusi dengan daging tuna atau bahkan mungkin papeda bumbu italia. Who
knows...?. Maka masakan tradisional kita akan tetap terjaga kelestarian dan
kita akan mempuyai berbagai variasi cara penyajian masakan tradisional kita,
tidak melulu gado-gado disiram dengan saus kacang, tapi variasi saus akan
semakin membuat gado-gado siap untuk bertahan di era perdagangan Asean.
Jayalah selalu kuliner Indonesia,
hidup ngunyah...!
Penulis : Aliyul Wafa
(Aktifis Lembaga Perngunyahan Indonesia dan pecinta Kopi Asli Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar