Minggu, 11 Februari 2018

Nugget Tahu dan Pisang Keju, Masyarakat kuliner Inginkan Start Up.




Nugget Tahu dan Pisang Keju, Masyarakat kuliner Inginkan Start Up.

Salah satu ciri usaha rintisan adalah menjual barang atau menyediakan layanan jasa yang telah diperbaiki level mutunya, yang semula biasa menjadi luar biasa. Contohnya adalah ojek, dahulu ojek pengkolan harus menunggu penumpang di ujung gang-gang atau di gerbang perumahan, maka Nadiem Makariem dan kawan-kawan mencoba untuk memperbaiki level pelayanan ojek tersebut dengan memulai usaha rintisan yang sekarang telah menjadi raksasa bernama Go-Jek, sehingga para tukang ojek yang menjadi “mitra” Go-Jek tidak perlu lagi menunggu orderan penumpang di gang atau gerbang perumahan, cukup santai menunggu di rumah atau warkop, orderan pun bisa datang melalui genggaman gawai android mereka.

Gejala “Start Up-isasi” yang syarat usaha rintisannya harus berbau teknologi digital, mau tidak mau kini menular ke bisnis makanan. Makanan yang biasa-biasa saja, makanan udik, makanan tradisional, makanan yang biasa dijual keliling kampung, kini bersolek dan mengalami perubahan dan perbaikan mutu beberapa tingkat. Sebut saja tahu goreng dan pisang goreng. Biasanya tahu dan pisang goreng ini dijual Rp. 600 – 1000 per potongnya. Setelah mengalami perbaikan para “inovator” kuliner, maka harganya melambung hingga Rp. 5.000 per potongnya bahkan ada yang melebihi harga tersebut.



Nugget tahu, yang bahan dasarnya hanyalah tahu yang dihancurkan dan dicampur kuning telur, bumbu-bumbu, bawang kemudian dikukus dan dibentuk seperti potongan nugget yang dilumuri tepung panir dan kemudian masuk ke penggorengan, harganya bisa menjadi Rp. 10.000 per kemasan isi 3 potong dilengkapi dengan saus sachet. Penjualannya juga tidak lagi keliling kampung atau di pinggir jalan, tetapi sudah melalui metode delivery order dan fasilitas Go-Food atau Grab-Food.




Begitu juga dengan Piss’nJoe, varian gorengan pisang ini sudah satu tahun yang lalu berkutat di bisnis gorengan Pisang Keju. Potongan pisang yang dibalur dengan adonan tepung yang resepnya masih dirahasiakan, kemudian digoreng dan diberi topping berbagai macam coklat, keju, meses, susu dan glaze. Per porsi kemasan isi 8-10 potong dihargai mulai Rp. 8.000 sampai Rp.15.000 tergantuung varian topping.

Masih banyak lagi varian kuliner tradisional yang telah mengalami perbaikan mutu, baik dari segi rasa maupun tampilan. Inovasi-inovasi ini muncul mengikuti trend merebaknya usaha rintisan dunia digital. Akhirnya muncul satu pertanyaan, apakah gejala ini bisa dinamakan sebagai Start Up Kuliner?. Apapun namanya, yang terpenting adalah gejala ini bisa menjadi bukti bahwa yang mampu beradaptasi dan mengikuti trend jaman pasti akan dapat bertahan, bahkan mampu menjadi pemenang.

Penulis : Aliyul Wafa (tukang makan)

Tidak ada komentar: